TANGERANG - Kliktangsel -
Kasus hukum yang menimpa Charlie Chandra, seorang pengusaha IT dan anak dari almarhum Sumita Chandra, memasuki babak baru dengan digelarnya sidang perdana di Pengadilan Negeri (PN) Tangerang pada Senin, 2 Juni 2025.
Charlie dituduh melakukan pemalsuan dokumen atas Sertifikat Hak Milik (SHM) No. 5/Lemo oleh PT Mandiri Bangun Makmur (MBM), anak perusahaan Agung Sedayu Group yang mengembangkan mega proyek Pantai Indah Kapuk (PIK) 2.
Kasus ini dinilai janggal oleh banyak pihak, proses hukumnya terbilang super cepat, karena Charlie ditangkap pada 19 Mei 2025, dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri Tangerang pada 21 Mei 2025, dan hanya berselang dua minggu sudah menjalani persidangan.
“Ya, supercepat disidangkan,” ujar kuasa hukum Charlie, Gufroni, dari LBHAP PP Muhammadiyah.
Fakta ini mengundang perhatian dan keprihatinan luas dari publik, termasuk dari kelompok Para Pejuang Keadilan Pembela Rakyat Banten, yang selama ini getol menyuarakan ketidakadilan dalam proyek PIK2.
Salah satu tokoh, Kang Kholid, menilai proses hukum terhadap Charlie bukan sekadar perkara pribadi, tapi bentuk nyata kriminalisasi terhadap rakyat yang mempertahankan haknya atas tanah warisan yang sah secara hukum.
“Ketika rakyat berhadapan dengan Oligarki, hukum seolah hanya tajam ke bawah. Ini bukan sekadar kriminalisasi, tapi juga bentuk intervensi terhadap masyarakat yang terzolimi agar tidak melakukan perlawanan terhadap Oligarki PIK 2,” ujar Kang Kholid.
Lebih jauh lagi kang Kholid menjelaskan," Dalam kasus Charlie, tanah seluas 8,71 hektar di Desa Lemo, Kecamatan Teluknaga, Kabupaten Tangerang, telah dinyatakan sah milik keluarga Charlie berdasarkan putusan banding Pengadilan Tinggi Bandung, putusan kasasi Mahkamah Agung, dan bahkan putusan Peninjauan Kembali (PK) MA, meski demikian, sertifikat tersebut dibatalkan oleh BPN Banten secara administratif tanpa melalui pengadilan, tindakan yang bertentangan dengan PP No. 18 Tahun 2021, yang mensyaratkan pembatalan sertifikat berumur lebih dari lima tahun harus melalui proses peradilan.
Para Pejuang Keadilan menyatakan sikap sebagai berikut:
- Menuntut proses hukum yang adil, transparan, dan tidak berpihak pada kepentingan oligarki.
- Menolak kriminalisasi terhadap warga negara yang sah mempertahankan haknya.
-Mendesak Komnas HAM dan Ombudsman RI untuk mengusut dugaan pelanggaran prosedur dan abuse of power oleh lembaga terkait.
-Mengajak masyarakat sipil, media, dan lembaga hukum untuk mengawal ketat proses hukum ini dan perjuangan warga atas tanahnya.
Kasus Charlie Chandra bukan kasus biasa, ini simbol perlawanan rakyat Indonesia terhadap koorporasi besar yaitu Oligarki PIK 2", jelasnya dengan nada semangat.
" Semestinya pembangunan sejati tidak boleh mengorbankan keadilan", Tutup Kang Kholid
TIM | RED