Sudianto sebelumnya terseret dalam kasus penyalahgunaan dana komite sebesar Rp 275.200.000.- yang sempat disita Kejaksaan Negeri Binjai sebagai barang bukti dalam kasus korupsi BOS oleh mantan Kepala Madrasah, EJ. Namun ironisnya, alih-alih dijadikan pelajaran, pria yang telah “membakar” kepercayaan publik ini justru kembali dipercaya mengelola uang komite.
Gelombang kritik dan pengunduran diri anggota komite pun tak terhindarkan.
Kecurigaan Lama, Konflik Kepentingan Baru
Skema penyalahgunaan dana yang terjadi semasa Sudianto menjabat ketua komite mulai terungkap. Berdasarkan informasi yang diterima redaksi, berikut rincian dana yang dialokasikan secara tidak sah:
Tunjangan Kepala Madrasah: Rp1.000.000/bulan selama 3 tahun
Tunjangan Wakil Kepala: Rp600.000/bulan selama 3 tahun
Tunjangan Wali Kelas untuk guru PNS: Rp200.000/kelas selama 3 tahun
Padahal, seluruh alokasi tersebut jelas-jelas melanggar Permenag No. 16 Tahun 2020 dan SK Dirjen Pendis No. 3601 Tahun 2024. Aturan itu secara tegas melarang pemberian dana komite kepada ASN, apalagi untuk kegiatan non-BOS.
Jaksa Galuh Sembiring dari Kejari Binjai angkat bicara:
> “Uang komite yang dikeluarkan tidak sesuai dengan Permenag tentang komite. Dana itu diputuskan dikembalikan kepada komite, bukan kepada guru-guru yang mengumpulkannya.”
Namun kenyataannya, dana yang sebelumnya menjadi barang bukti itu justru diam-diam disalurkan kembali ke guru-guru, tanpa dasar hukum yang jelas.
Kronologi Manipulatif
Dana yang dikumpulkan dari guru dan pegawai awalnya digunakan sebagai “bukti” bahwa laporan keuangan EJ fiktif. Namun setelah kasus EJ inkrah, dana itu dikembalikan kepada komite. Di sinilah akar skandal meletus. Dana publik yang seharusnya dipertanggungjawabkan secara formal justru dibagikan kembali di bawah meja, seolah-olah kasus korupsi tak pernah terjadi.
Yang lebih mencengangkan, penunjukan Sudianto sebagai bendahara kembali dilakukan tanpa transparansi. Padahal, istri Sudianto sendiri adalah Wakil Kepala Madrasah, posisi yang sebelumnya menerima aliran dana tak sah. Konflik kepentingan mencolok!
Suara Rakyat Menggugat
Irwansyah, Ketua DPP Forum Komunikasi Suara Masyarakat, dengan tegas menyuarakan keprihatinan:
> “Kalau uang itu berasal dari sumbangan wali murid, maka harus dikembalikan ke mereka—bukan dibagikan secara diam-diam oleh oknum yang kini kembali pegang uang!”
Ia menambahkan, penunjukan kembali Sudianto mencerminkan bobroknya sistem pengawasan di lingkungan pendidikan.
Sudah Cukup!
Masyarakat menuntut: transparansi total dan penegakan hukum tanpa pandang bulu. Sudianto MA, yang namanya sudah tercemar skandal, tidak layak lagi diberi ruang mengelola dana publik.
Kekuasaan tanpa pengawasan adalah resep kehancuran.
Jika dibiarkan, pola penyimpangan ini akan menjadi penyakit kronis dalam dunia pendidikan kita. Saatnya publik bersuara. Saatnya hukum bicara. Dan saatnya oknum seperti Sudianto MA disingkirkan dari sistem.
( Tim/GWI )