KABUPATEN TANGERANG - KLIKTANGSEL - Coba heningkan cipta sejenak dan rasakan ini. Denting bambu runcing beradu dengan bising mesin perang penjajah. Di sebuah gubuk sederhana, seorang ibu muda mendekap erat anaknya yang terlelap, matanya kosong menembus pekatnya malam. Setiap tarikan napasnya adalah sebentuk doa, setiap debaran jantungnya adalah cemas yang tak terperi. Mungkinkah suaminya, pahlawan tanpa nama itu, masih bernapas ? Atau tubuhnya telah rebah, menyatu dengan tanah air yang ia bela ?
Suhud menjelaskan, "Ini bukan sekadar kisah romantis dalam buku sejarah. Ini adalah kenyataan pahit yang tercatat rapi. Kementerian Sosial mencatat, setidaknya 95.218 pejuang gugur di medan perang antara tahun 1945 dan 1949. Di balik angka itu, ada ratusan ribu istri yang menjadi janda, anak-anak yang tumbuh tanpa pelukan ayah. Mereka berjuang bukan demi kepentingan pribadi, melainkan demi mimpi besar bernama Indonesia Merdeka.
Kisah Bung Tomo adalah cerminan nyata. Dengan suara lantangnya yang khas, ia membakar semangat arek-arek Suroboyo pada 10 November 1945. "Lebih baik hancur lebur daripada tidak merdeka!" pekiknya. Namun, di balik kobaran semangat itu, ada keluarga yang menanti dengan jantung berdebar. Istri dan anak-anaknya hidup dalam ketidakpastian, sama seperti ribuan keluarga pejuang lainnya. Mereka rela menahan perih, lapar, dan kehilangan, agar kita bisa menikmati kemerdekaan hari ini.
Lalu, Bagaimana Cara Kita Membalas Jasa Mereka?, "tegas Suhud
Kemerdekaan yang diraih dengan darah dan air mata ini, sudah seharusnya kita syukuri lebih dari sekadar upacara bendera atau seremoni belaka. Warisan teragung dari mereka bukanlah sekadar kedaulatan, melainkan juga sebuah konsep yang diwariskan oleh Wage Rudolf Soepratman: "Bangunlah jiwanya, bangunlah badannya."
Inilah fondasi penting yang seringkali terlupakan. Kita terlalu fokus membangun fisik bangsa: gedung-gedung pencakar langit, jalan tol yang membentang, infrastruktur megah yang menelan anggaran fantastis. APBN kita tahun 2024 mencapai angka Rp 3.325,1 Triliun. Namun, tanpa membangun jiwa (karakter) bangsa, semua itu hanyalah menara tanpa dasar. Hasilnya ? Rakyat tetap merana, "bagai ayam mati di lumbung padi." Kekayaan berlimpah ruah, namun mentalitas korup, individualis, dan tanpa jiwa kepahlawanan membuat distribusi kekayaan menjadi timpang," ungkap Suhud
Kita menyaksikan pembangunan di berbagai sektor: pendidikan, kesehatan, infrastruktur, pertahanan-keamanan, dan seni-budaya. Namun, kebahagiaan sejati belum sepenuhnya dirasakan oleh seluruh rakyat Indonesia.
Dahulu, para pahlawan berjuang dengan bambu runcing. Kini, kita berperang melawan musuh dalam diri sendiri: kemalasan, ketakutan, korupsi, dan mentalitas pecundang. Untuk itulah, MQG Training hadir sebagai solusi.
Sebuah pelatihan spiritual intensif selama 3 hari yang dirancang untuk membangkitkan kembali semangat kepahlawanan dalam diri setiap individu. Pelatihan ini bukan tentang mengasingkan diri dari dunia nyata, melainkan tentang menemukan makna dan tujuan hidup yang hakiki.
Keunggulannya terletak pada sistem pendampingan 120 hari setelah pelatihan. Peserta tetap dapat bekerja dan beraktivitas seperti biasa, namun dalam bimbingan yang memastikan nilai-nilai spiritual dan kepahlawanan yang telah terbangun tetap terjaga dan terimplementasi dalam kehidupan sehari-hari.
Dengan demikian, amanah Indonesia Raya yang diperjuangkan dengan darah para pahlawan tidak akan terbuang sia-sia. Dari sinilah akan lahir pahlawan-pahlawan penerus bangsa di berbagai bidang: pahlawan pendidikan, pahlawan kesehatan, pahlawan ekonomi, yang berintegritas dan berjiwa melayani, "paparnya
Tujuannya sederhana: Setiap rakyat Indonesia sejahtera dan bahagia. Kekayaan negara yang mencapai triliunan rupiah itu akhirnya dapat dinikmati secara merata. Dana pendidikan benar-benar digunakan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, dana kesehatan untuk menjamin rakyat sehat dan produktif, infrastruktur untuk mempermudah mobilitas dan ekonomi rakyat, pertahanan untuk melindungi kedaulatan, dan seni-budaya untuk memuliakan jati diri bangsa.
Selamat Hari Pahlawan 10 November. Mari kita mengenang jasa mereka bukan hanya dengan kata-kata, melainkan dengan aksi nyata membangun jiwa. Karena hanya dengan jiwa yang kokoh, fisik yang kuat akan bermakna. Mari kita buktikan bahwa pengorbanan mereka tidaklah sia-sia. Kita akan usir "ayam mati di lumbung padi" dari negeri ini, dan menggantinya dengan generasi pahlawan yang hidup sejahtera dan bahagia di tanah airnya sendiri, "pungkasnya
"Jayalah Indonesiaku! Terima kasih, Pahlawanku. Alhamdulillah. Allahu Akbar... 3x
(Yanto)
Penerbit Santang Prayoga
Post View 384

